A. Pendekatan Cooperative Learning.
Salah satu upaya pembelajaran (pengajaran memusat murid) adalah membuat murid belajar berkelompok dan bekerja sama melakukan kegiatan belajar dalam kelompok. Ini yang lazim disebut dengan Cooperative Learning, belajar dengan bekerja sama
1. Pengertian Cooperative Learning.
Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan cooperative learning, sebagai berikut :
a. Menurut Salvin (1995) mngemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siwa lebih semangat dalam belajar.
b. Menurut Anite lie (2000) cooperative learning adalah pembelajaran gotong-royong yang mana system pembelajarannya memberi kesempatan peserta didik untuk bekerja sama dengan peserta lain dalam tugas-tugas yang terstruktur (tugas yang telah ditentukan).
c. Menurut Azizah (1998) cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan.
Definisi di atas menjelaskan bahwa belajar kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar
Lebih lanjut Watson (Jufri, 2000:14) yang dikutip dari Armi Perdana menyatakan bahwa cooperatif learning (belajar kelompok) merupakan suatu lingkungan belajar di kelas, di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan umum. Belajar kelompok merupakan pendekatan yang dilakukan agar siswa dapat bekerja sama dengan yang lain untuk memahami kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja sama secara aktif dalam menyelesaikan tugas.
2. Tujuan Cooperative Learning.
Tujuan Cooperative Learning adalah untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk saling membantu dalam menuntas materi pelajaran, karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh kemampuan dari masing-masing anggota kelompok memahami materi pelajaran. Disamping itu juga dapat meningkatkan keterampilan sosial dari siswa tersebut, dimana di dalam kelompok mereka harus saling menghargai satu sama lain tanpa melihat perbedaan yang ada pada masing-masing anggota kelompok.
Tujuan Cooperative Learning menurut Ibrahim (dalam Nur, 2006:12) adalah sebagai berikut :
1. Pencapaian hasil belajar Tujuan Cooperative Learning adalah untuk memperbaiki prestasi belajar atau tugas-tugas akademik, serta memahami konsep-konsep sulit.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu. Tujuan ini adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya dalam belajar bersama.
3. Pengembangan keterampilan sosial. Tujuannya adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Melalui anggota kelompoknya baik kemampuan akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya, para siswa juga diharapkan menerima keragaman tersebut dan memaksimalkan kerja sama kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok siap menghadapi tes dan hasil belajar akan tercapai dengan optimal.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2002) menyatakan bahwa “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning”. Menurutnya untuk mencapai hasil yang maksimal ada 5 unsur model pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan.
3. Tatap muka.
4. Komunikasi pada anggota.
5. Evaluasi kelompok.
3. Jenis-jenis Cooperative Learning.
Menurut Noornia (1997:14) terdapat banyak model pembelajaraan kooperatif yang berhasil dikembangkan peneliti-peneliti pendidikan dan telah diterapkan pada beragam materi pembelajaran diantaranya adalah:
1. STAD (Student Teams-Achievement Divisions) merupakan pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kerja sama kelompok dan tanggung jawab kelompok untuk mencapai ketuntasan belajar dengan melibatkan peran tutor sebaya.
2. JIGSAW merupakan pembelajaran kooperatif yang anggota kelompoknya diberi tugas berbeda satu dengan yang lainnya dari sebuah tema yang dibahas, kemudian tes diberikan secara menyeluruh agar semua kelompok mengetahui semua pokok bahasan.
3. Teams-Games Tournament (TGT) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif dimana setelah siswa belajar secara individual, untuk selanjutnya dalam kelompok masing-masing anggota kelompok mengadakan turnamen atau lomba dengan anggota kelompok lainnya sesuai dengan tingkat kemampuannya.
4. Investigation Group merupakan suatu pembelajaran kooperatif di mana semua anggotanya dituntut untuk merencanakan apa yang diteliti dan bersama-sama kelompok membuat rencana pemecahannya.
Berdasarkan uraian di atas diketahui terdapat bermacam-macam model pembelajaraan kooperatif. Slavin (Noornia, 1997:17) menyatakan walaupun metode pembelajaran kooperatif berbeda-beda, akan tetapi semua mendasarkan pelaksanaannya pada lima karakteristik berikut:
1. Tujuan kelompok
2. Tanggung jawab individual
3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
4. Spesialisasi tugas
5. Adaptasi terhadap kebutuhan individual
B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
1. Hakikat Pembelajaran Matematika.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan focus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tinggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal , dan masalah berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kemampuan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
2. Tujuan Pembelajaran Matematika.
Tujuan pengajaran matematika adalah untuk:
a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari).
b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialih gunakan melalui kegiatan matematika.
c. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SLTP.
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin (Depdikbud, 1994).
3. Manfaat Pembelajaran Matematika.
Beberapa manfaat yang didapat dari belajar matematika. Cara berpikir matematika itu sistematis, melalui urutan-urutan yang teratur dan tertentu. dengan belajar matematika, otak kita terbiasa untuk memecahkan masalah secara sistematis. Sehingga bila diterapkan dalam kehidupan nyata, kita bisa menyelesaikan setiap masalah dengan lebih mudah. Belajar matematika melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan tidak ceroboh dalam bertindak. Kita harus memperhatikan benar-benar berapa angkanya, berapa digit nol dibelakang koma, bagaimana grafiknya, bagaimana dengan titik potongnya dan lain sebagainya. Jika kita tidak cermat dalam memasukkan angka, melihat grafik atau melakukan perhitungan, tentunya bisa menyebabkan akibat yang fatal. Jawaban soal yang kita peroleh menjadi salah dan kadang berbeda jauh dengan jawaban yang sebenarnya.
Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. saat kita mengerjakan soal dalam matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus asa. Yang tidak kalah pentingnya, sebenarnya banyak penerapan matematika dalam kehidupan nyata. tentunya dalam dunia ini, menghitung uang, laba dan rugi, masalah pemasaran barang, dalam teknik, bahkan hampir semua ilmu di dunia ini pasti menyentuh yang namanya matematika. Matematika mempunyai potensi yang besar untuk memberikan berbagai macam kemampuan, dan sikap yang diperlukan oleh manusia agar ia bisa hidup secara cerdas (intelligent) dalam lingkungannya, dan agar bisa mengelola berbagai hal yang ada di dunia ini dengan sebaik-baiknya.
4. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika.
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Bilangan
2. Geometri dan pengukuran
3. Pengolahan data.
C. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Cooperative Learning.
Cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif. Siswa belajar membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika. Terjadinya interaksi dalam kelompok, dapat melatih siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Melalui model ini dapat meningkatkan berpikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Penerapan pembelajaran kooperatif pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemandirian berpikir siswa (Kumastuti, 2002). Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Ada beberapa cara menggunakan ”cooperative learning” dalam pembelajaran matematika, yakni:
a. Dengan memanfaatkan tugas rumah.
b. Pembahasan materi baru.
Menurut Akbar Sutawijaya (2002 : 358) dalam Nurman, pembelajaran kooperatif adalah salah satu alternatif yang perlu digalakkan dalam konstruktivisme, karena pertimbangan sebagai berikut:
a. Siswa yang sedang menyelesaikan masalah bersama-sama dengan teman sekelas, akan dapat menumbuhkan refleksi yang membutuhkan kesadaran tentang apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan.
b. Menjelaskan kepada temannya biasanya mengarah kepada suatu pemahaman yang lebih kuat dan sering menemukan ketidak konsistenan pada pikirannya sendiri.
c. Ketika suatu kelompok kecil menerangkan solusinya ke seluruh kelas (tidak peduli apakah solusi itu cocok atau tidak), kelompok memperoleh kesempatan berharga untuk mempelajari hasil yang diperoleh.
d. Mengetahui bahwa ada teman sekelompok belum bisa menjawab, akan meningkatkan gairah setiap anggota kelompok untuk mencoba menemukan jawabannya.
e. Keberhasilan suatu kelompok menemukan suatu jawaban, akan menumbuhkan motivasi untuk menghadapi masalah baru.
Melalui pembelajaran model ini, diharapkan dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugas kelompok dapat memacu semangat belajar siswa untuk bekerja sama, saling membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.Cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif. Siswa belajar membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika. Terjadinya interaksi dalam kelompok, dapat melatih siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Melalui model ini dapat meningkatkan berpikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.