Kamis, 30 Juni 2011

PENDIDIKAN DASAR

A.      4 PILAR PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat.Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan". Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya perpecahan.
Mempertimbangkan pendidikan anak-anak sama dengan mempersiapkan generasi yang akan datang. Hati seorang anak bagaikan sebuah plat fotografik yang tidak bergambar apa-apa, siap merefleksikan semua yang ditampakkan padanya. Empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan formal, yaitu:
1.   learning to Know (belajar untuk mengetahui),
2.   learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu,
3    learning to be (belajar untuk menjadi seseorang),dan
4.   learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).
Dalam rangka merealisasikan `learning to know`, Guru seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan siswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan namun tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungannya. Keterampilan dapat digunakan untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang. Pendidikan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat dilangsungkan pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru dan guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada hal-hal tersebut.
Dengan demikian, tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini.
Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten/kota, seyogyanya dikaji lebih dulu kondisi obyektif dari unsur-unsur yang terkait pada mutu pendidikan, yaitu:
1.   Bagaimana kondisi gurunya? (persebaran, kualifikasi, kompetensi penguasaan materi, kompetensi pembelajaran, kompetensi sosial-personal, tingkat kesejahteraan);
2.   Bagaimana kurikulum disikapi dan diperlakukan oleh guru dan pejabat pendidikan daerah?;
3.   Bagaimana bahan belajar yang dipakai oleh siswa dan guru? (proporsi buku dengan siswa, kualitas buku pelajaran);
4.   Apa saja yang dirujuk sebagai sumber belajar oleh guru dan siswa?;
5.   Bagaimana kondisi prasarana belajar yang ada?;
6.   Adakah sarana pendukung belajar lainnya? (jaringan sekolah dan masyarakat, jaringan antarsekolah, jaringan sekolah dengan pusat-pusat informasi);
7.   Bagaimana kondisi iklim belajar yang ada saat ini?.
Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap segala persoalan yang dihadapi. Pembenahan itu dapat berupa pembenahan terhadap kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri. Perlu diidentifikasi unsur-unsur yang ada di daerah yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi proses peningkatan mutu pendidikan, selain pemerintah daerah, misalnya kelompok pakar, paguyuban mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat daerah, perguruan tinggi, organisasi massa, organisasi politik, pusat penerbitan, studio radio/TV daerah, media masa/cetak daerah, situs internet, dan sanggar belajar.

B.      PRAKTEK PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA
Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang terbawah dari sistem pendidikan nasional, seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau satuan pendidikan yang sederajat.
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak usia 6 – 15 tahun. Pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994, dan pelaksanaannya dimulai tahun ajaran 1994/1995. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia bukanlah wajib belajar dalam arti compulsory education seperti yang dilaksanakan di negara-negara maju, dengan ciri-ciri:
1.   ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah;
2.   diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar;
3.   tolok ukur keberhasilan wajib belajar adalah tidak ada orang tua yang terkena
      sanksi, karena telah mendorong anaknya tidak bersekolah; dan
4.   ada sanksi bagi orangtua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah.
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia lebih merupakan
universal education daripada compulsory education. Universal education berusaha
membuka kesempatan belajar dengan menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua
agar anak yang telah cukup umur mengikuti pendidikan. Dengan demikian, program
wajib belajar pendidkan dasar 9 tahun di Indonesia lebih mengutamakan:
1.   pendekatan persuasif;
2.   tanggung jawab moral orang tua dan peserta didik agar merasa terpanggil untuk
      mengikuti pendidikan karena berbagai kemudahan yang disediakan;
3.   pengaturan tidak dengan undang-undang khusus; dan
4.   penggunaan ukuran keberhasilan yang bersifat makro, yaitu peningkatan angka
      partisipasi murni peserta didik yang mengikuti pendidikan dasar.
Bentuk-bentuk satuan pendidikan untuk membantu menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia terdiri atas 10 wahana dan empat rumpun, baik pada tingkat SD maupun SMP, yaitu:
1.   Rumpun SD dan SMP yang terdiri atas SD dan SMP Biasa, SD dan SMP kecil, dan
      SD dan SMP Pamong;
2.   Rumpun SD dan SMP Luar Biasa yang terdiri atas SD dan SMP Luar Biasa, SDLB
      dan SMPLB, serta SD dan SMP Terpadu;
3.   Rumpun Pendidikan Luar Sekolah yang terdiri atas Program Kelompok Belajar Paket A dan B (Kejar Paket A untuk setingkat SD dan Kejar Paket B untuk setingkat SMP), serta Kursus Persamaan SD dan SMP;
4.   Rumpun Sekolah Keagamaan yang terdiri atas Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Pondok Pesantren.
Bentuk satuan pendidikan dasar formal yang menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.   SD/SMP Biasa, yaitu SD/SMP yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat dalam situasi yang normal;
2.   SD/SMP Kecil, yaitu SD/SMP negeri yang diselenggarakan di daerah yang berpenduduk sedikit dan memenuhi persyaratan yang berlaku;
3.   SD/SMP Pamong, yaitu SD negeri yang didirikan untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak putus SD/SMP dan/atau anak lain yang tidak dapat datang secara teratur untuk belajar di sekolah;
4.   SD/SMP Terpadu, yaitu SD/SMP negeri yang menyelenggarakan pendidikan untuk anak yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental bersama anak normal dengan mempergunakan kurikulum yang berlaku di sekolah.
5.   Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Tsanawiyah, yaitu SD/SMP yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat, di bawah bimbingan Departemen Agama
Upaya perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar di Indonesia telah dilaksanakan secara formal sejak tahun 1984 untuk tingkat SD, dilanjutkan pada tahun 1994 untuk pendidikan dasar 9 tahun. Hasil yang telah dicapai cukup memuaskan, ditunjukkan dengan meningkatnya APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni) SD/MI dan SMP/MTs. Namun akibat krisis ekonomi dan terjadinya konflik sosial di berbagai daerah yang mengganggu program-program pendidikan dasar, maka angka partisipasi menjadi terganggu. Untuk menyelamatkan generasi mendatang dari ancaman kebodohan dan kemunduran, peningkatan partisipasi pendidikan dasar merupakan agenda yang tidak dapat diabaikan dalam pembangunan pendidikan nasional.
Untuk mendukung keberhasilan penyelengaraan pendidikan dasar yang bermutu di masa depan, pemerintah telah dan sedang melaksanakan berbagai strategi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, antara lain:
1.   pemantapan prioritas pendidikan dasar 9 tahun,
2.   pemberian beasiswa dengan sasaran yang strategis,
3.   pemberian insentif kepada guru yang bertugas di wilayah terpencil,
4.   pemantapan peran SD kecil dan SMP terbuka,
5.   penggalakkan Kejar Paket A dan B,
6.   pemantapan sistem pendidikan terpadu untuk anak berkelainan, dan
7.   peningkatan keterlibatan masyarakat untuk menunjang “pendidikan untuk semua”
(education for all).
Upaya pemerataan dan perluasaan kesempatan pendidikan dasar di Indonesia tidak hanya bernuansa kuantitatif melainkan juga kualitatif. Strategi perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar yang bermutu, termasuk pengembangan pendidikan alternatif, dijadikan sebagai wahana untuk aktualisasi asas pendidikan sepanjang hayat. Misalnya, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam diposisikan kembali sebagai lembaga pendidikan alternatif, sehingga tidak kehilangan karakternya sebagai wahana pendidikan yang populis dan berperan besar dalam memperkaya sistem pendidikan nasional.
Sejak berlakunya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka pengelolaan teknis operasional penyelenggaraan pendidikan dasar di Indonesia menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, kecuali pengelolaan RA/MI/MTs. Tanggung jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pendidikan adalah menetapkan standar-standar penyelenggaraan pendidikan dasar, antara lain mencakup: standar isi kurikulum, standar kompetensi lulusan, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kepedidikan, standar sarana dan fasilitas belajar, standar pembiayaan, dan standar penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Pembagian tugas dan kewenangan pengelolaan pendidikan dasar ini secara rinci ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan dan Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom .
Pada tingkat pusat, pengelolaan dan pembinaan pendidikan dasar dilakukan oleh Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam hal ini Direktorat Pembinaan TK/SD untuk satuan pendidikan TK dan SD, dan Direktorat Pembinaan SMP untuk satuan pendidikan SMP. Sedangkan pembinaan program Pendidikan Anak Usia Dini, Paket A, dan Paket B dilksanakan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah. Selain itu, pembinaan satuan pendidikan RA, MI, dan MTs dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Madrasah, Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam, Departemen Agama.

Pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pembinaan pendidikan dasar dilaksanakan
oleh Sub Dinas Pendidikan Dasar, dan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing. Selain itu, Kantor Departemen Agama tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui Bidang Pembinaan Madrasah melaksanakan pembinaan satuan pendidikan Roudlatul Atfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).

C.PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR DI MASA DEPAN
Konsep dasar dan esensi pendidikan dasar yang dimiliki para pengambil kebijakan
pendidikan dasar pada tingkat nasional, regional maupun kabupaten/kota, dan pengelola pendidikan dasar pada tingkat satuan pendidikan akan berpengaruh terhadap formula pengembangan kurikulum pendidikan dasar di masa depan. Program belajar atau kurikulum pada setiap jenis satuan pendidikan dasar di masa depan harus dirancang dengan mempertimbangkan esensi dan fungsi pokok pendidikan dasar seperti yang dijelaskan pada bagian B tulisan ini.
Pengembangan kurikulum pendidikan dasar harus dikaitkan dengan karakteristik kualitas sumber daya manusa yang diperlukan untuk kehidupan mereka di masyarakat, dan sekaligus mempertimbangkan karakteristik perbedaan kelompok peserta didik di masing-masing jenis dan jenjang satuan pendidikan dasar. Konsep dasar yang komprehensif dan luas tentang fungsi pokok pendidikan dasar tidak hanya dipergunakan untuk masyarakat, tetapi hendaknya tertuju pada suatu kajian tentang praktek dan kebijakan pendidikan dasar pada tingkat awal dari semua negara. Tujuannya, untuk memberikan suatu landasan yang mantap bagi praktek belajar peserta didik di masa depan dan mengembangkan keterampilan hidup (life skills) yang esensial untuk membekali peserta didik agar mampu hidup bermasyarakat.
Dalam menghadapi harapan dan tantangan masa depan yang lebih baik, pendidikan
dipandang sebagai esensi kehidupan, baik bagi perkembangan pribadi maupun perkembangan masyarakat. Misi pendidikan, termasuk pendidikan dasar, adalah memungkinkan setiap orang, tanpa kecuali, mengembangkan sepenuhnya semua bakat individu, dan mewujudkan potensi kreatifnya, termasuk tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan pencapaian tujuan pribadi. Misi itu akan dapat tercapai melalui strategi yang disebut belajar sepanjang hidup (learning throughout life), yang dipandang sebagai detak jantung dari masyarakat.


Dengan mengikuti gagasan konsep belajar sepanjang hidup, maka pengembangan
kurikulum pendidikan dasar harus memberikan tekanan yang lebih besar pada salah satu dari empat pilar yang diusulkan dan digambarkan sebagai dasar pendidikan, yaitu: belajar hidup bersama (learning to live together). Dalam pola ini, pendidikan dilakukan dengan mengembangkan suatu pemahaman tentang orang lain, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai spiritual mereka. Dengan berpijak pada landasan tersebut, pendidikan dasar dapat menciptakan suatu semangat baru yang dibimbing oleh kesadaran tentang resiko atau tantangan masa depan, sehingga mendorong orang melaksanakan proyek bersama atau mengelola konflik yang pasti terjadi, dengan suatu cara yang bijaksana dan damai.
Untuk mendukung terwujudnya gagasan tersebut di atas, maka strategi awal pengembangan kurikulum pendidikan dasar adalah penekanan kepada pilar pertama dari 4 (empat) pilar pendidikan yang ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know). Adanya perubahan yang cepat yang dibawa oleh kemajuan ilmiah dan norma-norma baru tentang kegiatan ekonomi dan sosial, tekanan pada belajar untuk hidup bersama dipadukan dengan suatu pendidikan umum yang cukup luas dengan melalui belajar memperoleh pengetahuan sebagai alat untuk memahami hidup.
 Pilar berikutnya yang harus dipelajari peserta didik pendidikan dasar adalah belajar menjadi dirinya sendiri (learning to be). Belajar bekerja (learning to do) juga pilar pendidikan yang harus dipelajari oleh peserta didik pendidikan dasar. Disamping belajar bekerja melakukan sesuatu pekerjaan, secara lebih umum perlu pula menguasai kemampuan yang memungkinkan orang mampu menghadapi berbagai situasi yang sering tidak dapat diduga sebelumnya, dan bekerja dalam berbagai tim.
Akhirnya, pilar pendidikan yang keempat yang harus dipelajari peserta didik pendidikan dasar adalah learning to live together . Hal ini berarti bahwa kurikulum (program
belajar) pendidikan dasar harus memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih bebas dan mempunyai pandangan sendiri yang disertai dengan rasa tanggung jawab pribadi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan hidup pribadinya atau tujuan bersama sebagai anggota masyarakat. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu untuk seluruh lapisan peserta didik pendidikan dasar, maka pengembangan kurikulumnya harus dirancang sebagai keseluruhan dari penawaran lembaga pendidikan (sekolah) termasuk kegiatan di luar kelas/sekolah dengan rangkaian mata pelajaran dan kegiatan yang terpadu. Setiap satuan pendidikan memperoleh identitas atas dasar caranya mereka menjalankan programprogram belajar yang dikembangkannya.
Faktor-faktor yang menentukan isi tiap program harus muncul jauh di luar batas-batas sekolah/satuan pendidikan. Faktor-faktor itu timbul melalui kekuatan-kekuatan sosial, kultural, ekonomi, dan politik. Kurikulum suatu sekolah/satuan pendidikan dasar harus mewakili keseluruhan sistem pengaruh yang membangun lingkungan belajar bagi peserta didik. Program itu sendiri terdiri atas unsur-unsur tertentu yang mencakup maksud dan tujuan, kurikulum, metode pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar peserta didik.
Pengembangan program belajar (kurikulum) pada tingkat pendidikan dasar harus meliputi hal-hal esensial yang dibutuhkan peserta didik, seperti: bidang-bidang studi apa yang akan disajikan; untuk maksud-maksud khusus apa bidang studi tersebut disajikan; bagaimana bidang studi tersebut hendak disusun dan dihubung-hubungkan; dan bagaimana bidang studi tersebut diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain, program belajar pendidikan dasar harus dikembangkan secara terpadu dan berlandaskan kepada pengembangkan kemampuan pemecahan masalah kehidupan yang perlu dikuasai peserta didik .
Secara konseptual, pengembangan kurikulum pendidikan dasar masa depan perlu
mangakomodasikan secara sistematis dimensi-dimensi pengembang-an peserta didik sebagai berikut:
1. Pengembangan individu - aspek-aspek hidup pribadi (dimensi pribadi):
     a. Religi: kesadaran beragama
     b. Fisik: kesehatan jasmani dan pertumbuhan
     c. Emosi: kesehatan mental dan stabilitas emosi
     d. Etika: integritas moral
     e. Estétika: pengajaran kultural dan rekreasi
2. Pengembangan cara berpikir dan teknik memeriksa – kecerdasan yang terlatih
   (dimensi kecerdasan):
      a. Penguasaan pengetahuan: konsep-konsep dan informasi
b.Komunikasi pengetahuan: keterampilan untuk memperoleh dan menyampaikan     informasi
      c. Penciptaan pengetahuan: cara pemeriksaan, diskriminasi, dan imaginasi.
      d. Hasrat akan pengetahuan: kesukaan akan belajar.
3. Penyebaran warisan budaya – nilai-nilai civic dan moral bangsa (dimensi sosial):
      a. Hubungan antar manusia: kerjasama, toleransi
b. Hubungan individu-negara: hak dan kewajiban civic, kesetiaan dan patriotisme solidaritas nasional
      c. Hubungan individu-dunia: hubungan antar bangsa-bangsa, pemahaman dunia.
      d. Hubungan individu-lingkungan hidupnya: ekologi.
4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital dan menyumbang lepada kesejahteraan ekonomi,         sosial, dan politik – lapangan teknik (dimensi produktif):
       a. Pilihan pekerjaan: informasi dan bimbingan
       b. Persiapan untuk bekerja: latihan dan penempatan
c. Rumah dan keluarga: mengatur rumah tangga, keterampilan mengerjakan sesuatu   sendiri, perkawinan
       d. Konsumen: membeli, menjual, investasi.
Untuk mendukung keterlaksanaan pengembangan kurikulum pendidikan dasar masa depan tersebut di atas, perlu dikembangkan suatu masyarakat belajar (learning society) pada setiap satuan pendidikan dasar. Hal tersebut dimungkinkan, karena setiap aspek kehidupan, baik pada tingkat individual maupun sosial, menawarkan kesempatan untuk belajar dan bekerja.
Oleh karena itu, pengembangan program belajar (kurikulum) pendidikan dasar di masa depan perlu mendorong dan memfasilitasi penggalian potensi pendidikan dari media teknologi informasi modern, dunia kerja atau kultural, dan pengisian waktu luang. Selain itu, perlu dikembangkan pula kebiasaan peserta didik untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri, baik yang terkait dengan apa yang mereka pelajari di satuan pendidikannya, maupun yang terkait dengan pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Selasa, 21 Juni 2011

Apa itu ilmu, pengetahuan dan wawasan?

Hanya seseorang yang mengabdikan dirinya untuk suatu alasan dengan seluruh kekuatan dan jiwanya yang bisa menjadi seorang guru sejati, begitulah kata bijak dari Albert Einstein yang dikatakan sebagai prototipe manusia jenius,. Dengan alasan ini penguasaan menuntut semuanya dari seseorang. Menjadi guru susah-susah mudah. Susahnya, sebelum menjadi guru kita harus banyak belajar, untuk bekal kita mengajar nanti, tapi kalau semua dilakukan dengan ikhlas semua hal akan menjadi mudah. 
Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menjadi guru, yang akan membekali anak didiknya dengan ilmu, pengetahuan, dan wawasan. Tapi tahukah anda, apa arti dari ilmu, pengetahuan dan wawasan itu sendiri?

llmu bisa berarti proses memperoleh pengetahuan, atau pengetahuan terorganisasi yang diperoleh lewat proses tersebut. Proses keilmuan adalah cara memperoleh pengetahuan secara sistematis tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini umumnya berupa metode ilmiah, dan sistem tersebut umumnya adalah alam semesta. Dalam pengertian ini, ilmu sering disebut sebagai sains. Macam-macam Ilmu yaitu Humaniora, Ilmu sosial, Ilmu pasti, Ilmu terapan, Matematika, Ilmu alam, Ilmu kedokteran dan farmasi.

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Pengetahuan bisa juga berarti berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indera. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Sedangkan wawasan adalah cara pandang mengenai suatu hal